Scene 1
Guru : “ Siapa yang hari ini tidak mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah)?
Siswa : “Si ini bu, si itu bu… (sambil menunjuk teman- temannya)
Guru : “Yang tidak mengerjakan PR, maju ke depan ! angkat satu kaki dan tangan simpan di telinga sampai pelajaran selesai“
Scene 2
Guru : “ Siapa yang hari ini tidak mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah)?
Siswa : “Si ini bu, si itu bu… (sambil menunjuk teman- temannya)
Guru : “Kalian lagi? Sudah berapa kali kalian tidak mengerjakan PR? Kalau tidak mau mengerjakan PR pelajaran ini, tidak usah saja ikut pelajaran Ibu. Sekarang yang tidak kerjakan PR semua keluar kelas !!”
Scene 3
Guru :“ Siapa yang hari ini tidak mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah)?
Siswa :“Si ini bu, si itu bu… (sambil menunjuk teman- temannya)
Guru :”Bagi yang tidak mengerjakan PR, maju ke depan. (Mengambil kayu/penggaris panjang)
“Mana tangannya?(sambil dipukul), “Setelah ini, lari keliling lapangan 3 kali”
Scene 4
Guru : “ Siapa yang hari ini tidak mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah)?
Siswa : “Si ini bu, si itu bu… (sambil menunjuk teman- temannya)
Guru : “Sini maju ke depan dan berdiri menghadap teman- temannya”. Kemudian sang guru beralih kepada seisi kelas.
“Coba anak- anak, lihat teman- teman kalian yang berdiri di depan, mau seperti itu? Ini calon- calon siswa yang tidak naik kelas. Kalian mau tidak naik kelas? Tidak dapat juara? Kalau mau naik kelas, jangan malas mengerjakan PR ya…”
Episode- episode di atas mungkin sudah sangat sering kita jumpai. Diantara keempat scene di atas bisa jadi sering terjadi di sekolah anak- anak kita, adik- adik kita, di lingkungan sekolah tempat kita mengajar atau bisa jadi kita sendiri pelakon- pelakonnya. Permasalahan yang sering ditemui di setiap sekolah, yaitu SISWA TIDAK MENGERJAKAN PR. Bagi seorang guru, mungkin sudah menjadi santapan sehari- hari menghadapi siswa seperti itu. Dan saya yakin, setiap guru punya cara berbeda menghadapi permasalahan tersebut. Saya yakin setiap guru pasti punya maksud mengapa melakukan “penanganan- penanganan” itu. Salah satu maksud mengapa setiap guru harus memberikan hukuman adalah karena setiap guru ingin siswa yang tidak mengerjakan PR, tidak mengulangi perbuatannya dan berusaha untuk mengubah sikapnya. Tetapi apa betul dengan berbagai macam hukuman atau punreward yang kita berikan (contohnya keempat scene di atas) mampu menggerakkan keinginan seorang siswa untuk mau mengerjakan PR dan mengubah sikap? Dan mari kita mengevaluasi keberhasilan penanganan kita, apakah esok hari dan seterusnya dia akan mengerjakan PR- PRnya? Jawabannya, BISA YA, BISA TIDAK. Kenapa BISA YA? Salah satu alasannya mungkin karena “takut” akan dihukum lagi. Kenapa BISA TIDAK? Salah satu alasannya karena penanganan tidak tepat mengenai sasaran. Masalahnya beda, penanganannya beda. Maksudnya, bisa saja siswa melakukan sesuatu karena takut dihukum, takut rugi atau takut mendapat tekanan sehingga menggerakkan dia melakukan sesuatu. Tapi bisa juga dia tidak bergerak karena suatu alasan tertentu, beberapa diantaranya, tidak mengerti pelajarannya, banyak PR dari pelajaran lainnya, motivasi belajar kurang, tidak tau manfaat belajar bagi dirinya apa, tidak punya waktu dan lain- lain.
Semakin masalah itu tidak mengenai sasaran maka mereka akan semakin kebal dan tidak peduli dengan hukuman. Malah yang lebih parah ada siswa ataupun anak- anak kita yang beranggapan “Lebih baik di hukum daripada kerjakan PR. Capek! Kalau dihukum, paling lari keliling lapangan”. Satu hal juga yang membuat mengapa hukuman tidak mampu menggerakkan karena kebanyakan guru- guru kita bahkan mungkin kita sebagai orang tua sering memberikan hukuman secara fisik, bukan pada jiwanya. Dan menurut saya, jika hukuman itu secara fisik, mereka akan secara otomatis membangun kekebalan fisiknya jika terjadi hukuman itu lagi. Sehingga hukuman pun tidak berpengaruh apa- apa. Jarang mungkin kita memberikan hukuman moril maupun sanksi pada jiwanya. Padahal, dalam hukuman pada jiwanya disana ada perenungan (Jangan pernah meremehkan anak kecil untuk suatu perenungan. Bahkan cara mereka merenung itu lebih jujur daripada orang dewasa. )Tapi disini saya tidak mau berbicara alasan- alasan ataupun penyebab seorang siswa tidak mau mengerjakan PR ataupun mengubah sikapnya. Yang ingin saya bicarakan adalah APAKAH HUKUMAN ATAU HADIAH MAMPU MENGGERAKKAN SESEORANG UNTUK MELAKUKAN ATAU MENINGGALKAN SESUATU SECARA ISTIQOMAH?(maksudnya bukan siswa aja lho ya…tapi lebih umum lagi….:))
Seseorang memang punya motivasi untuk melakukan sesuatu ataupun meninggalkannya. Ada motivasi dari dalam diri maupun motivasi dari luar. Dari beberapa referensi ditemukan kesimpulan bahwa motivasi dari dalam mempunyai andil yang cukup berpengaruh bagi perubahan diri seseorang. Para orang tua pasti ingin menyekolahkan anak- anaknya dan menyemangatinya agar rajin belajar, tapi apakah sang anak sendiri ingin bersekolah?. Kadang kita sebagai orang yang lebih tua lupa kalau kitalah yang punya keinginan, bukan mereka. Dan hasilnya jangan salahkan anak saat mereka memiliki motivasi belajar yang kurang, lha buat sekolah aja bukan karena keinginannya apalagi belajar disana. Akan beda halnya jika sang anak sendiri yang memiliki motivasi atau keinginan belajar sehingga apapun yang dia inginkan, dia yang memutuskan. Kalaupun motivasi dan keinginannya keliru, orang tuanyalah yang meluruskan. Ya, karena cita- cita itu adalah milik mereka yang menjalankan dan meraihnya dan tugas orang tua saya pikir adalah membuat mereka menemukan dan mempunyai cita- citanya sendiri serta mengawal cita- cita agung mereka. Bukan malah memaksa anak mengikuti apa yang kita inginkan. Karena jika seperti itu, orang tua akan mengambil tindakan “menghukum” si anak saat dia tidak mengikuti keinginan mereka dan memberikan mereka reward saat mereka berhasil dan mau mengikuti keinginan orang tuanya. Contoh, “Kakak, belajar yang rajin ya, pokoknya harus dapat juara. Kalau kakak dapat juara, papa belikan Gadget baru deh…!” (ceritanya, orang tua dan anak ngikut trend perkembangan IT). Dan ini sama halnya seperti guru yang menghukum siswa saat dia tidak mengerjakan PR. Walaupun memang, setiap guru pasti punya tujuan mulia mengapa mereka memberikan PR dan berharap semua siswa mengerjakannya.
OK, kembali lagi ke permasalahan awal tadi (apa ayo masalahnya?). Sekarang saya tidak membicarakan sekolah, tapi membicarakan kita sebagai manusia. Teringat potongan lirik sebuah lagu yang judul dan penyanyinya saya lupa, tapi liriknya begini, “Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepadanya?” (kaya’nya lagunya Dewa, tapi lupa judulnya apa). Kalau saya artikan, surga itu laksana hadiah yang selalu kita inginkan saat kita melakukan atau mengupayakan sesuatu dan neraka adalah hukuman saat melakukan sesuatu yang salah dan berani meninggalkan sesuatu yang benar. Memang, boleh- boleh saja menginginkan surga dan jauh dari neraka bahkan kita harus memaksimalkan do’a dan usaha untuk itu. Tapi apakah kita akan tetap tergerak saat tidak ada hadiah atau hukuman itu? Contoh, saat anak kita belajar giat agar mendapat juara 1, apakah dia akan tetap belajar giat saat juara 1 itu tidak dia dapatkan? Atau apakah kita harus berhenti bermaksiat saat ada hukuman datang?(Kalo g’ada hukuman atau azab, berarti maksiat terus dong…). Jika pertanyaannya seperti itu, berarti sebenarnya ada motivasi mendasar atau kekuatan besar yang menggerakkan kita agar secara otomatis tetap istiqomah. Apa itu? Mungkin bisa terjawab dengan potongan ayat di bawah ini,
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada- Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung"
(TQS. At- taubah: 128-129)
“Allah menjanjikan kepada orang- orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat- tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar, itu adalah keberuntungan yang besar”
(TQS. At- Taubah: 72)
Motivasi apa yang mampu menggerakkan kita secara istiqomah dan tak goyah oleh keadaan? Ya, saya pikir jawabannya adalah KETUNDUKAN dan IMAN. Ketundukan seorang hamba di hadapan Tuhannya “Cukuplah Allah, cukup ridhanya saja”, kalau bahasa gampangnya, “Mau dapat hadiah kek, mau nggak kek, yang penting buat Allah aja”. Karena dengan motivasi itu, hadiah tetap akan diperoleh dan tak perlu menunggu hukuman untuk kembali bergerak. Ada ketundukan disana, ada cinta, keikhlasan dan penerimaan secara tulus dan penuh makna dalam setiap perintah dan larangan. Bukan semata untuk perintah dan larangan itu, tapi untuk keridhoan pembuat perintah dan larangan dan demi keselamatan diri. Pada dasarnya perintah dan larangan itu dibuat untuk dikerjakan sesuai porsinya karena disana tetaplah ada keselamatan. Bukan semata karena ada reward dan hukuman sebagai akibatnya.
Sudah saatnya mengoreksi jenis motivasi yang menggerakkan kita atau orang lain, sudah mendasar atau hanya motivasi sementara yang mudah goyah oleh keadaan. Bagi para guru dan orang tua, sudah sejauh mana kita memotivasi anak- anak kita dengan motivasi yang mendasar, berpengaruh pada jiwanya sehingga menggerakkan mereka melalui perenungan, perubahan dan semangat yang penuh dengan ketundukan, keikhlasan, perjuangan dan cinta pada sumber segala kebaikan. Kita sudah cukup rindu melihat mereka bisa bergerak karena iman di hati dan jiwanya bukan karena iming- iming hadiah dan bayang- bayang hukuman karena mereka bisa menjadi luar biasa dari sekedar itu. Mungkin kita pun merindukan diri kita sendiri untuk bisa bergerak karena iman, bukan pada keinginan mendapat hadiah, kehormatan, kedudukan maupun pujian dari orang lain atau pun ketakutan pada azab da hukuman semata tapi ada yang lebih baik dari itu.
Saatnya kembali memperbaiki diri, niat dan motivasi. Terus semangat untuk terus belajar menggapai kesempurnaan walau harus kita akui itu berat dan butuh waktu lama. Sekali lagi, walau berat dan butuh waktu lama.
Setiap jiwa selalu ingin dipanggil
Menggetarkan dunia dengan iman
Iman karena ketundukkan
Pada sang Maha Pemilik Kesempurnaan
-9-
….dalam tulisan yang masih kurang rapi
….di medan juang
….SD INTEGRAL LUQMAN AL HAKIM
…my Lovely Mbojo
*Terinspirasi oleh karya Muhammad Fauzil Adhim (Saat Berharga untuk Anak Kita) dan Munif Chatib (Sekolahnya Manusia dan Gurunya Manusia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar